BAB III TEORI-TEORI DASAR
Terkait proses internalisasi karakter entrepreneurship, terdapat dua hal penting yang perlu dipahami. Pertama, cara kerja pikiran manusia atau proses kognitif. Kedua, pengetahuan kewirausahaan (entrepreneurship) itu sendiri. Pada bagian pertama, akan dibahas tentang teori-teori dasar yang membahas cara kerja kognitif yang akan menjelaskan tiga hal: 1) Proses kognitif; 2) Tahapan operasional konkrit (sebagai tahap perkembangan kognitif di usia SD); 3) Proses pembentukan memori.
Proses internalisasi karakter kewirausahaan dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler akan dibahas pada bab lain. Kegiatan intrakurikuler adalah proses pembelajaran siswa di dalam kelas atau biasa dikenal sebagai kegiatan akademik. Kegiatan kokurikuler sebagai kegiatan tambahan yang diberikan untuk memahami materi pembelajaran yang telah dipelajari di kelas. Sementara kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diarahkan untuk pengembangan minat, bakat, dan kepribadian siswa.
A. Proses Kognitif
Kognitif berasal dari bahasa Inggris (cognitive). Kata cognitive memiliki padanan kata mengingat, mengenali, atau mengetahui. Ilmu kognitif adalah ilmu yang mempelajari tentang proses pengelolaan informasi pada manusia. Cara pemrosesan informasi oleh otak mirip dengan cara kerja komputer saat memproses informasi.
Otak dilengkapi berbagai bagian dan seluruh bagian tersebut memiliki fungsinya sendiri. Otak juga bukan satu-satunya bagian yang diperlukan untuk proses kognitifnya. Manusia memerlukan pancaindera untuk mendapatkan sensasi. Seluruh aktivitas penerimaan informasi sebelum sampai otak melalui pancaindera terlebih dahulu sebelum diproses di otak.
Ada dua hal penting dalam mempelajari proses kognitif. Pertama, proses sensoris. Kedua, persepsi. Proses sensoris terjadi dengan peran alat indera pada manusia. Manusia dalam hal ini memiliki 5 indera karenanya disebut sebagai pancaindera. Kemampuan panca indera dalam menerima informasi tidak langsung sempurna. Setiap pancaindera memiliki masa perkembangan menuju kesempurnaan.
Pertama, proses sensoris hanya dapat terjadi ketika sinyal dari, atau, pada benda mengenai reseptor atau penerima sinyal panca indera manusia. Seluruh indera memiliki spesifikasi khusus dalam menerima sensor. Prosesnya terjadi dengan cepat dan hanya peka pada sinyal tertentu. Mata hanya dapat menangkap spektrum cahaya atau gelombang cahaya yang dipantulkan benda yang terkena cahaya. Telinga hanya dapat menangkap getaran dengan frekuensi tertentu. Demikian pula halnya lidah, penciuman, dan kulit.
Kedua, persepsi. Proses ini melibatkan peran serta kemampuan mengolah informasi dan menginterpretasikan informasi yang diberikan. Keputusan akhir kita atas sebuah stimuli tergantung pada persepsi kita. Tak terkecuali berkaitan dengan pembentukan jiwa kewirausahaan. Pengalaman yang terbangun di masa lalu, sugesti dari orang lain, dan lingkungan tempat tinggal seseorang memiliki pengaruh penting dalam menentukan persepsi kewirausahaan seseorang.
B. Tahapan Operasional Konkrit
Proses kognitif tergantung pada perkembangan kognitif anak. Perkembangan kemampuan kognitif seseorang tidak langsung terbentuk dengan sempurna. Diperlukan tahapan tertentu untuk terbentuknya kemampuan kognitif di setiap level perkembangan. Teori yang sering dipakai dalam menjelaskan perkembangan kognitif adalah Teori Perkembangan Kognitif dari Jean Piaget.
Prinsip dasar Piaget dalam menjelaskan perkembangan kognitif adalah adanya proses asimilasi, akomodasi, dan organisasi. Proses asimilasi adalah menangkap kondisi eksternal dan mengubahnya menjadi bentuk mental. Setelah itu, seseorang akan berupaya menyesuaikan diri pada aspek-aspek baru di lingkungannya atau proses akomodasi. Selanjutnya ia akan melakukan pengorganisasian secara mental atau dalam pikirannya. Proses ini yang dikenal sebagai proses organisasi.
Sesuai dengan usianya (7 – 12 tahun), proses perkembangan kognitif anak SD berada dalam tahap operasional konkrit. Pada tahap operasional konkrit ini,kemampuan logika siswa sudah memadai, tetapi masih terbatas untuk dapat digunakan berpikir secara abstrak. Adapun proses penting selama tahapan ini adalah:
- Pengurutan yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
- Klasifikasi yaitu kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
- Desentering yaitu kemampuan untuk mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya.
- Reversibilitas yaitu kemampuan untuk memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
- Konservasi yaitu kemampuan memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut.
- Hilangnya egosentrisme yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
C. Pembentukan Memori
Setiap proses belajar biasanya memiliki tujuan membentuk memori atau ingatan, agar memori atau ingatan tersebut bisa digunakan pada saat diperlukan. Proses terjadinya memori atau ingatan merupakan sebuah proses yang panjang. Seperti terlihat dalam bagan di atas, proses memori terdiri dari 3: memori sensori, memori kerja, dan memori jangka panjang.
Komponen 1: Memori Sensori
Pada tahap ini informasi di luar diri manusia diakses oleh sistem indera manusia. Stimulus yang ada di lingkungan tidak dapat seluruhnya diakses oleh manusia. Bukan karena hanya terbatasnya kemampuan indera, tetapi juga disebabkan oleh beberapa gangguan. Gangguan yang paling sering disebut noise, dapat mengganggu indera untuk menyeleksi informasi yang tepat untuk dikirim ke otak anak.
Bayangkan anak yang sedang di ruang kelas, di mana guru sedang mengajar mata pelajaran tertentu, tiba-tiba terdengar suara musik yang sangat keras dari kelas sebelah. Barangkali anak bisa mendengarkan guru, tetapi suara musik yang lebih dominan membuat anak tidak begitu mengetahui apa yang guru ucapkan. Berbagai hal bisa dilakukan untuk menyiasati hal ini, seperti tidak memberikan dua mata pelajaran secara bersamaan dalam 1 ruangan.
Komponen 2: Memori Kerja (working memory)
Tahapan kedua ini disebut sebagai memori kerja atau dikenal juga sebagai memori jangka pendek. Tahapan ini disebut sebagai memori jangka pendek karena kapasitasnya dalam menyimpan informasi sangat terbatas, baik secara jumlah maupun waktu. Memori kerja adalah memori yang berfungsi saat proses kerja, sementara memori jangka panjang dapat tersimpan maupun diambil kembali.
Bagi orang normal, memori jangka pendek hanya bisa menyimpan data sebanyak 5 – 9 digit. Artinya, seseorang dapat menghapal sekaligus 5 – 9 digit angka. Meski ada saja perkecualian orang bisa menghapal kurang dari 5 digit angka dan lebih dari 9 digit angka. Tapi mengapa kita bisa menghapal nomor telepon yang angkanya 12 digit? Itu karena kita menghapalnya dalam kelompok 3-4 digit tertentu.
Selain terbatas dalam jumlah digit, otak kita memiliki keterbatasan dalam lamanya informasi bertahan. Informasi jangka pendek paling lama hanya bisa bertahan selama 20 detik setelah informasi diterima. Kita bisa banyak melihat, tetapi tidak semuanya kita ketahui.
Seperti seorang pengendara sepeda motor yang melewati banyak baliho, tetapi kemungkinan akan bingung dan tidak begitu hapal akan apa yang dilihatnya. Pengendara sepeda motor itu bisa hapal bila sejak awal diberitahu untuk memperhatikan atau sudah sering melewati jalan tersebut sehingga terjadi proses pengulangan (rehearsal).
Anak juga bisa diminta untuk membaca satu kalimat, lalu diminta untuk mengulangi kalimat tersebut dua jam kemudian. Berapa kata yang bisa diingat? Mungkin anak tersebut masih bisa ingat bila kalimatnya singat, tetapi kalau kalimat sudah terdiri dari lebih lima kata, apakah anak masih bisa ingat? Bayangkan apa yang terjadi bila anak sekolah setiap hari mendapat berlembar-lembar materi dari gurunya? Berapa banyak yang bisa tinggal sebagai pengetahuan bagi anak-anak?
Pemahaman tentang memori jangka pendek ini telah menjadi diskusi dalam pengembangan metode mengajar maupun metode belajar. Salah satu hal yang termasuk efektif dalam menyimpan informasi adalah pelibatan emosi anak. Dasar pemikirannya adalah penyimpanan memori jangka panjang dalam sistem limbik otak. Sistem limbik adalah sistem yang mengatur emosi. Hal yang menyenangkan dan menyedihkan tak jarang bisa menjadi kenangan yang sulit dilupakan.
Komponen 3: Memori Jangka Panjang
Memori jangka panjang menjadi salah satu hal yang paling sering diperdebatkan. Jika dalam komputer, perangkat penyimpanan adalah hardisk. Bagaimana dengan otak? Para ahli telah menyebutkan bahwa memori jangka Panjang terletak di hipotalamus. Namun ini tidak menjadi jawaban mutlak karena tanpa benturan di bagian hipotalamus juga dapat kehilangan ingatan.
Banyak ahli menyimpulkan memori jangka panjang tidak terbatas. Potensi otak kkita untuk menginat sangat luar biasa, mengalahkan ribuan perangkat komputer sekalipun. Seorang anak pernah dicoba untuk mengidentifikasi 1000 foto dan diminta untuk menunjukkan kembali salah satu foto yang pernah dilihatnya dalam tumpukan yang berbeda. Ternyata anak tersebut dapat membedakan mana foto yang termasuk dalam kategori yang 1000 tadi dan yang tidak termasuk dalam kategori tersebut.
Kekeliruan terkait pendidikan adalah keyakinan bahwa semakin banyak data tersimpan dalam memori semakin cerdas pula dirinya. Orangtua sering memaksa anak-anak untuk menghapal pengetahuan yang tidak lagi dibutuhkan oleh mereka. Kenyataannya, kecerdasan tidak hanya ditentukan oleh seberapa banyak dan seberapa cepat seseorang dalam menghapal. Banyak ahli yang mendefinisikan sendiri tentang kecerdasan yang menentukan kesuksesan seseorang: kecerdasan intelektual (Stanford dan Binet), kecerdasan emosional (Daniel Goleman), kecerdasan spiritual (Dana Zohar).
Artinya, pendidikan yang baik bukan bertujuan mengingat sebanyak dan selama mungkin banyak hal, melainkan kemampuannya dalam menginternalisasi karakter pada anak. Pendidikan bukan hanya menambah pengetahuan akan suatu bidang ilmu, melainkan agar anak memiliki karakter yang gigih dalam mengejar cita-citanya. Tidak mudah menyerah dalam menghadapi kenyataan bahwa dirinya bukan berada pada peringkat satu di kelas, sehingga tidak layak untuk menjadi orang hebat.
Ada beda antara pendidikan dengan sekedar belajar. Pendidikan bukan sekedar memindahkan isi buku atau isi kepala guru ke kepala anak-anak, tetapi pembentukan jiwa atau karakter anak menjadi hal yang terpenting. Hal yang paling mengkhawatirkan dalam pendidikan bukan peringkat nilai di kelas, melainkan kemampuan menghadapi tantangan hidup. Tujuan terbesar pendidikan adalah kualitas mental anak dalam berpikir, memecahkan masalah, dan membuat keputusan menjadi semakin baik.
Untuk menciptakan memori jangka panjang, diperlukan proses kognitif internal yang mentransfer informasi dari satu bagian ke bagian lainnya, yang terdiri dari:
1. Attention
Atensi adalah kemampuan seseorang untuk mengabaikan stimulus lain dari lingkungan dan hanya berfokus pada stimulus tertentu. Proses pendidikan sangat memerlukan perhatian dari anak-anak agar ilmu pengetahuan yang ditransfer dapat diserap dengan baik.
Ada berbagai metode diterapkan guru agar anak-anak memerhatikan guru. Ada yang memakai cara kasar dan ada pula yang memakai cara menyenangkan. Cara kasar seringkali efektif untuk menarik perhatian anak-anak. Misalnya memukul meja, berteriak dan sebagainya. Namun cara tersebut tidak bertahan dalam jangka panjang. Lama-lama atensi anak-anak akan kembali lagi pada hal-hal lain selain pelajaran.
Cara lain yang dapat diterapkan adalah menggunakan permainan. Untuk menarik perhatian anak-anak, seringkali guru menggunakan musik yang ceria atau warna-warni yang menyenangkan. Masa anak-anak adalah masa bermain, sehingga mereka sangat tertarik pada sesuatu yang menyenangkan dan berbentuk permainan.
Metode pendidikan tidak memaksa anak-anak untuk belajar seperti orang dewasa yang duduk dengan kacamata, berhadapan dengan tumpukan buka, dan mendengarkan seminar. Metode pendidikanlah yang seharusnya mengikuti potensi tumbuh kembang anak, sehingga dapat menarik perhatian anak sesuai dengan kemampuan alamiahnya.
2. Rehearsal dan Recall
Rehearsal adalah proses pengulangan agar informasi dapat tersimpan dalam memori jangka panjang. Seperti orang yang menghapal nomor telepon dengan mengulangi nomor tersebut, proses mengulang akan meninggalkan jejak / bekas dalam memori jangka panjang anak.
Proses pendidikan sering melibatkan rehearsal agar informasi dapat dihapalkan. Proses yang sederhana dengan mengulangi informasi sering menjenuhkan bagi siswa. Itu sebabnya, pendidik sering menggunakan metode yang menarik seperti bernyanyi, bercerita, dan berbagai metode lainnya.
3. Encoding
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam pikiran. Mengapa proses encoding diperlukan? Karena informasi yang disimpan di otak dalam bentuk kode (codes). Informasi tentang mobil mewah di showroom hanya bisa dimasukkan ke dalam otak dalam bentuk kode-kode pikiran tentang mobil. Proses memasukkan informasi ke dalam otak ini disebut encoding.
Setelah tersimpan di dalam otak, proses mengambil kembali informasi dilakukan dengan cara decoding. Decoding adalah proses mengubah pikiran menjadi informasi yang dapat dikomunikasikan. Begitu pula dengan informasi lainnya seperti kata guru, papan tulis, mainan, dan buku, yang kodenya disimpan ke dalam otak untuk dikomunikasikan melalui proses decoding.
4. Retrieval
Retrieval adalah proses untuk mengambil kembali data yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Proses ini dapat disebut dengan menginat kembali informasi yang pernah tersimpan dalam memori jangka panjang. Prosesnya terdiri dari beberapa cara yaitu recall, recollection, recognition, dan relearning. Mari kita pahami satu per satu masing-masing konsep tersebut.
- Recall adalah memanggil kembali. Jenis aktivitas ini tidak melibatkan kerja otak yang berat. Recall bisa berupa jawaban saat kita diminta menjawab, “Apakah kamu sudah makan siang?”, sesuatu yang lebih mudah dibandingkan harus menjawab pertanyaan, “Apakah resep masakan yang kamu makan tadi siang?”
- Recollection adalah proses mengkonstruksi pecahan ingatan untuk disatukan menjadi informasi yang utuh. Misalnya ketika ditanya, “Apa saja materi pelajaran yang diajarkan kemarin?”
- Recognition adalah proses yang melibatkan pengalaman kembali untuk dapat mengingat apa yang telah terjadi. Seperti seseorang yang melihat wajah seorang sahabat lama baru mengingat nama, sekolah, dan pengalaman bersamanya.
- Relearning adalah proses belajar kembali, sesuatu yang biasa dilakukan siswa saat memasuki masa ujian. Siswa berusaha mengingat kembali pelajarannya dengan cara belajar kembali. Seluruh materi yang telah diberikan diproses ulang agar ingatan yang dahulu ada kembali diperoleh.
D. Kecerdasan Majemuk
Ada banyak pendapatan para ahli tentang ranah kecerdasan. Ada yang mengatakan kecerdasan adalah kecerdasan intelektual. Ada yang mengatakan kecerdasan yang penting adalah kecerdasan (Daniel Goleman). Ada yang mengatakan juga kecerdasan yang lebih luas adalah kecerdasan spiritual. Ada juga yang melihat kecerdasan dari aspek-aspek fungsi otak, yaitu kecerdasan majemuk (Howard Gardner).
Gardner mengidentifikasi tujuh tipe kecerdasan pada diri setiap orang, mencakup kecerdasan linguistik, logis-matematis, spasial-visual, musikal, kinestetik, interpersonal, dan intrapersonal. Belakangan ia menemukan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan natural, kecerdasan eksistensial/spiritual, dan kecerdasan moral. Kombinasi kecerdasan tersebut nantinya akan menentukan kecerdasan seseorang.
Tipe-tipe kecerdasan tersebut akan membentuk kombinasi tertentu yang selanjutnya menentukan kecerdasan seseorang. Walaupun sama-sama penyanyi, seorang penyanyi akan berbeda dengan lainnya. Michael Jackson misalnya memiliki kombinasi kecerdasan musikal dan kinestetis,sedangkan Celine Dion kecerdasannya lebih didominasi oleh kecerdasan musikal dan kecerdasan intrapersonal.
Kembali pada pertanyaan awal: “Mengapa selalu ada anak yang tertinggal dalam prestasi belajarnya di kelas?” Jawabannya tak lain karena guru mengajar dengan cara yang hanya cocok dengan gaya belajar tertentu. Akibatnya, hanya mereka yang memiliki gaya belajar yang sesuai dengan cara mengajar guru yang bisa mengikuti proses belajar. Hanya sebagian dari siswa yang kecerdasannya semakin berkembang melalui proses belajar di kelas. Sedangkan mereka yang memiliki gaya belajar berbeda, akan selalu tertinggal, tidak berkembang kecerdasannya.
Apakah gaya belajar itu? Apa hubungannya dengan kecerdasan majemuk? Jawabannya bersumber pada perbedaan fungsi otak dalam memproses informasi.
a. Bermula dari Perbedaan Fungsi Otak
Cara otak anak dalam menyerap, mengatur, dan mengolah informasi berbeda-beda. Bobbi DePorter, penemu teori Quantum Teaching, mengkaitkannya dengan peran modalitas belajar (learning modality). Barbara Prashnig (2004), ahli bidang pendidikan dari Austria, menyebutnya sebagai gaya belajar (learning style). Ada pula yang mengkaitkannya dengan perbedaan setiap belahan otak dalam memproses informasi. Untuk jelasnya, baiklah kita membahasnya satu persatu.
Pertama, siswa menyerap informasi dengan modalitas panca indera yang berbeda: melihat, mendengarkan, membaui, merasa, menyentuh. Agar prosesnya penyerapan informasi lebih cepat, anak biasanya menggunakan salah satu indera yang paling mudah menyerap informasi. Barbara Prashnig (1998), mengkategorisasi kelima panca indera tersebut ke dalam empat modalitas, yaitu :
- Auditori: aktivitas yang melibatkan unsur indera telinga (untuk mendengar) serta indera perasa/lidah (untuk berbicara). Modalitas auditori dapat dilakukan dengan cara mendengar dan berbicara: melalui suara, musik, nada, irama, dialog, cerita, debat, tanya jawab, dan lainnya.
- Visual: aktivitas yang melibatkan unsur indera mata (untuk melihat). Modalitas visual dapat dilakukan dengan cara melihat: melihat gambar/warna, membaca dan membedakan gambar/warna, melihat dan menelaah catatan, diagram, tabel, mind map, dan lain-lain.
- Taktil: aktivitas yang melibatkan unsur indera hidung (untuk mencium) dan indera kulit (untuk meraba/merasakan). Modalitas taktil dapat dilakukan dengan cara memanipulasi dan memegang.
- Kinestetik: aktivitas yang melibatkan unsur indera kulit (untuk merasakan), termasuk unsur gerakan olah tubuh. Modalitas kinestetis dapat dilakukan dengan cara melakukan untuk merasakan, diantaranya menulis, melakukan gerakan tubuh, koordinasi antar tubuh, seperti memegang dan mempraktikkan alat ukur satuan millimikro dan lain-lain.
Manakah modalitas yang paling mudah digunakan akan tergantung pada karakteristik otak setiap anak. Menurut hasil penelitian di Selandia Baru misalnya, porsi terbesar anak-anak di sana menyerap informasi dengan cara mencium dan meraba atau disebut taktil. Kelompok besar pelajar lainnya berciri kinestetik, yaitu mereka yang perlu mengalami langsung apa yang sedang mereka pelajari.
Kedua, kombinasi cara siswa menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang berbeda. Bagaimana informasi diatur dan diolah, atau lazim disebut dengan gaya belajar, umumnya berbeda antara anak satu dengan lainnya. Sebagaimana sudah disinggung diatas, perbedaan gaya belajar tersebut dipengaruhi oleh perbedaan fungsi-fungsi otak. Bagaimana perbedaan fungsi otak tersebut dalam menangkap informasi? Berikut ilustrasinya.
Otak adalah pintu masuk informasi. Sebagai pintu masuk, otak memiliki cluster atau bagian-bagian yang fungsinya berbeda-beda. Howard Gardner mencatat bahwa setiap cluster memiliki kepekaan yang berbeda dalam menangkap informasi, yang pada gilirannya akan menghasilkan kecerdasan tertentu :
- Cluster prefrontal area (warna kuning muda), yang terdiri dari lobus frontal kiri dan parietal kanan, sangat peka dalam menyerap informasi berupa angka-angka. Dominasi cluster ini menghasilkan kecerdasan logis-matematis.
- Cluster prefrontal area (warna kuning muda) dan premotor area (warna kuning muda), yaitu bagian lobus temporal kiri dan lobus frontal motor speech area, yaitu area broca (warna oranye) dan sensory speech area, yaitu area Wernicke (warna oranye) peka dalam menangkap informasi berupa bahasa.Dominasi cluster ini menghasilkan kecerdasan linguistik.
- Cluster hemisphere (warna kuning muda/visual association area) dan kuning tua bagian belakang/visual cortex), tepatnya bagian lobus occipital (warna biru), peka dalam menangkap informasi berupa gambar. Dominasi cluster ini menghasilkan kecerdasan spasial-visual.
- Cluster premotor area (warna kuning), yaitu bagian lobus temporal kanan (warna hijau), peka dalam menangkap informasi berupa suara atau nada. Dominasi cluster tersebut menghasilkan kecerdasan musikal.
- Tiga kelompok cluster yang terdiri dari cluster cerebellum (otak kecil) di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas (warna kuning garis cokelat), cluster ganglia basal –sekelompok struktur besar di tengah otak yang mengelilingi sistem limbic dalam—dan cluster motor cortex yang terletak pada primary motor cortex tepatnya di tengah otak, biasanya peka terhadap informasi berupa gerakan tubuh. Dominasi cluster ini kecerdasan kinestetis.
- Cluster prefrontal area (lobus frontal) dan lobus temporal dan sistem limbic dalam, pada cluster hemisphere (visual association area dan visual cortex), tepatnya bagian lobus occipital biasanya peka dalam memahami perasaan orang lain. Dominasi cluster ini akan menghasilkan kecerdasan interpersonal.
- Cluster prefrontal area (lobus frontal) dan lobus parietal, serta sistem limbic, pada bagian tengah otak dan membungkus batang otak, peka dalam memahami perasaan sendiri. Dominasi cluster ini menghasilkan kecerdasan intrapersonal.
- Cluster lobus parietal kiri, tepat di bagian tengah otak biasa peka terhadap informasi yang berasal dari alam. Dominasi cluster ini akan menghasilkan kecerdasan naturalis.
Ketiga, setiap belahan otak memiliki spesialisasi yang berbeda dalam memproses informasi. Seperti diilustrasikan dalam gambar di bawah. Belahan otak kiri biasanya cenderung lebih mudah memproses informasi yang sifatnya analitis, sedangkan otak kanan berupa informasi yang bersifat holistik / menyeluruh.
Perbedaan cara menyerap, mengatur, dan mengolah informasi disebabkan oleh aspek biologis atau genetis, yang dipengaruhi pula oleh lingkungan dan kebiasaan yang terjadi dalam waktu yang panjang. Kinerja belajar seorang anak akan dipengaruhi oleh proses penyerapan, pengaturan, dan pengolahan informasi tersebut. Proses belajar dikatakan berhasil bila mampu memaksimalkan fungsi cluster-cluster otak dan kedua belahan otak, yang artinya mengembangkan seluruh potensi kecerdasan anak.
b. Tahap Perkembangan Otak
Selain mengetahui fungsi otak, hal lain yang perlu diketahui adalah tahapan perkembangan otak. Fungsi cluster-cluster otak bisa berperan secara optimal ketika perkembangannya sudah mencapai tahap tertentu. Seperti kita lihat pada tabel berikut, manusia mengalami perkembangan bagian-bagian otak berikut fungsi-fungsinya.
Berdasarkan tahapan perkembangan otak bisa dipahami mengapa mengajar keterampilan baca-tulis bagi siswa TK yang usianya baru 5-6 tahun tidak bisa dibenarkan. Karena menurut tahap perkembangan otak, kemampuan tersebut berada pada kisaran usia 7-9 tahun, saat belahan otak pengolah logika sudah berkembang secara maksimal. Mengajarkan keterampilan baca-tulis sebelum waktunya justru tidak akan mengembangkan potensi kecerdasan anak sesuai perkembangan otak di usianya.
TABEL TAHAP PERKEMBANGAN OTAK
Ketika otak telah mencapai perkembangan seluruhnya, tiba masanya potensi-potensi kecerdasan anak dikembangkan sepenuhnya. Seperti diuraikan pada tabel di bawah, kemunculan jenis-jenis kecerdasan majemuk umumnya berada pada masa anak-anak.
Namun demikian, untuk mengembangkan kecerdasan anak secara optimal, anak harus guru perlu membekali proses belajarnya dengan berbagai cara mengajar. Harapannya, dengan beragam cara mengajar tersebut anak bisa menyerap informasi sebanyak mungkin dari guru. Dengan banyaknya informasi yang diperoleh, potensi kecerdasan yang dimiliki anak bisa berkembang secara pesat. Karena potensi kecerdasan anak umumnya berkembang pada periode anak-anak.